via clint |
Dia menaburiku laku ceria
dibungkus manis tawa dan renyah kedip mata.
Dia selalu begitu, seperti yang dia sebut tiap waktu. Tak ada gemericik
air mata di ngarai pipinya, pantang
marah kala jengah. Ia manuskripkan segala
cerita dengan tinta merah merona, dengan lipstik dan maskara. Cantik.
Aku ingat dia pernah mengumpat
soal sejumlah hal, bagi beberapa orang, tapi katanya cuma sesaat. Umpatan,
katanya, perlu diungkap kala sempat, lantas menguap. Karena ia yakin dua
pertiga kehidupan berisi kesenangan, tak
elok jika ketegasan harus keluar dengan perlawanan. Ketegasan bisa juga
tergambarkan dengan kepasrahan, pikirnya.
Dia sungkan untuk membahas satu
tema yang diduga malah meregangkan semestanya. Dia tak mau menyudahi tawanya
diganti muram barang sedetik saja. Katanya, tema muram menjadi awal dirinya tak
bisa menikmati kehidupan, muram hanya bikin dirinya terus berpikir cara
bertahan untuk hidup.
Itulah mengapa dia selalu
terhubung dengan isi dunianya, dia adalah penguasa jagat yang dulu hingga saat
ini terus dipintalnya. Kuatnya rajutan membuat dia tak perlu menengok jejal
benang-benang yang menghubungkan ia dengan seluruh partikel semestanya. Dengan optimistis,
dia berpikir tak akan ada celah bakal menganga, sebab benang-benang itu terbuat
dari sutra yang dipetiknya dengan tawa, diulur rancak nada, dipilin gerak
bahagia. Because I'm happy, celotehnya satu masa.
Oh iya, dia lahir dari rimbun
bunga di luas pekarangan, dari kokoh rumah dan mulus jalanan. Ia bercerita,
tiap angka penanda peristiwa penting, wajib dirayakan. Dengan tawa, asa, dan
doa yang ditabur, semestanya bergerak lentur seperti apa yang diinginkan. Dunia
tercipta dari hal yang disugestikan.
Aku kagum, aku suka. Tapi, aku
hanya bisa tersenyum, sebab aku bingung. Aku sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar