Pages

Senin, 21 Desember 2015

GILA RASA



Aku mencintaimu dengan ganjil, dengan sedikit kekakuan dan banyak gelitik kecil. Bercanda nomor satu, tapi serius pun tak lantas bikin kita seperti batu; diam tanpa kata lalu tenggelam dalam segala tanya. Karena kita ganjil, selalu menemukan cara memainkan kerikil, juga mencari rasa hingga sudut terpencil. Bersama. Saling memetik bunga di dada lalu tertawa begitu saja ditabur serbuk sarinya.

Maaf jika aku mencintaimu dengan super aneh, tanpa gelisah dan nihil resah. Malah berlagak pintar mengumbar cerita soal apa saja biar kamu tidur dan mimpi indah; tentang teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow yang diceritakan seperti nyata namun berujung tanpa logika, bahwa si doi keturunan asli Cipatujah yang mengarungi tiga samudera menuju Eropa. Yang bercerita, aneh sendiri. Yang mendengar, mengernyitkan dahi. Tak mengapa, toh kita tak sedang membuat cerita berseri.

Jadi, sabar-sabar saja jika aku mencintaimu agak edan, memamerkan kebahagiaan lewat permainan ayam-ayaman; ibu jari berkelit untuk saling mengalahkan, yang keok tertekan. Kasihan, kamu tak pernah menang. Perbanyaklah latihan agar aku tak melulu dominan. Ini zaman emansipasi, buatlah aku bertekuk setengah mati. Aku percaya kamu bisa; bisssaa gillaaaa.

Oh ya, aku ingin kegilaan ini tak berujung. Memuai bersama palka dan masa, singularitas melebur titik ganda di relung hati kita. Ini memang baru harap, jika dibalik bisa jadi parah. Jangan sampai reaksi muncul tanpa aksi, jangan sampai prematur dalam berasumsi. Makanya, izinkan aku menyelami air mata di ngarai pipimu, bisa jadi ceruk itu sudah terlalu curam dihujani pilu.

Semoga kamu berkenan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar