Pages

Jumat, 11 September 2015

PEMALAS

alasan


Hidup di kota yang berisik ini menjadikanku penyendiri. Alasan utamanya capek. Rutinitas yang berulang dan sosialisasi buruk membuatku malas keluar dari kamar. 

Mungkin pula karena makin tua. Tubuhku sudah tak selincah dulu. Melangkah di tangga saja bikin napasku mudah tersengal, seakan mati di depan mata. Jantungku berdegup kencang meminta banyak oksigen agar aliran darah tak segera berhenti.

Makanya aku lebih banyak diam di kamar, memburu sunyi. Ternyata enak.

Bermalas-malasan menebarkan anestesi pada tubuh. Tulang dan otot tubuhku mendingin. Mesin penggeraknya berhenti. Berat mengikuti hukum gravitasi. Aku bagai disuntik obat bius, tubuhku diam.

Aku sengaja menutup rapat pintu dan jendela biar sunyi menyergapku. Tak ada kebisingan kecuali tangis bocah dan deru knalpot sepeda motor. Menyebalkan memang, namun jika aku melerai, yang ada aku remuk dihantam tetangga dan pengendara. Memangnya siapa aku? Tapi, setidaknya aku masih punya headset.

Aku sesekali keluar membeli makanan dan rokok. Setelah perut kenyang aku kembali. Betah berlama-lama, hanya diam sambil asap tak henti keluar dari mulutku. Kadang merajang air untuk menyeduh kopi. Tak terlalu sering. Riwayat kesehatan lambungku buruk.

Klaimku ternyata tak benar melulu. Sunyi tak sepenuhnya senyap. Sebagaimana nol tak sepenuhnya kosong. Otakku melayang. Kadang melihat ibu, disusul kanguru, atau terbayang culas tawamu sehabis penolakan itu. Setan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar