Pages

Kamis, 07 Mei 2015

SAMAR



Ketidakmungkinan mana lagi yang akan kita renungkan? Yang berjalan seiring waktu atau yang mati ditikam dulu? Kita tak jarang berharap ketidakmungkinan itu lebur bersama kedunguan yang sempat kita buat. Menyalahkan nasib hanya bikin kita mati berdiri. Menyalahkan nasib cuma buat kita berkhayal sambil berkubang di luapan lumpur kesalahan. Semakin kita bergerak mengejar ketidakmungkinan, kian dalam kita terkubur penyesalan.

Perahu berlayar memecah gelombang. Kita berjalan menembus penghadangan. Kita takjub pada semua hal yang berwarna. Lantas mengutuk kegelapan yang memungut rasa dingin. Ini cara kita seperti biasa. Seperti yang telah dilakukan spesies kita sebelumnya. Berpendarlah waktu, berpijarlah langit. Biaskan semua materi pembentuk rasa dingin bergelora, bertumbuk satu dengan lainnya, menjadi hangat.

Jabat tanganku seperti biasa. Kegelapan yang kita hadapi, gelap yang telah dilewati orang-orang macam kita. Ketidakmungkinan samar di depan mata, kemungkinan pun demikian adanya, dan harapan menjadikan kita berani menghadapi keduanya demi secuil kepastian entah di sudut mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar